Pulau Enggano Terisolasi, Irene Yusiana: Warga Butuh Akses dan Perlindungan!
Anggota Komisi V DPR RI Irine Yusiana Roba Putri. Foto: dok/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Irine Yusiana Roba Putri menyoroti kondisi Pulau Enggano yang terisolasi sejak Maret 2025 akibat dangkalnya alur Pelabuhan Pulau Baai, Provinsi Bengkulu. Irine mendesak Pemerintah Pusat untuk melakukan intervensi melalui Kementerian Sosial dan lembaga terkait untuk menjamin ketersediaan pangan dan layanan kesehatan dasar.
“Maka kita harapkan Pemerintah pusat untuk turun tangan dan melakukan intervensi demi memastikan setiap warga Indonesia berhak mendapat hak-hak dasar dan perlindungan dari Negara,” tegas Irine Yusiana Roba Putri dalam rilisnya, yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Selasa (24/6/2025).
“Ini bukan hanya soal masalah akses dan logistik, tapi soal hak dasar warga negara yang diabaikan," tekan Irine.
Irine menilai, keterisolasian bagi warga di Pulau Enggano memperlihatkan kerentanan dalam tata kelola transportasi wilayah kepulauan. Pasalnya, kejadian ini baginya menunjukkan bahwa Pemerintah belum optimal menjamin mobilitas dan distribusi logistik di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
"Persoalan kedangkalan alur pelabuhan adalah isu teknis yang bisa diprediksi dan seharusnya diantisipasi. Tapi ironisnya ini dibiarkan cukup lama terjadi tanpa solusi konkret. Akhirnya yang dikorbankan adalah kehidupan masyarakat,” ujar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Tak hanya itu, Legislator asal Maluku Utara menyebut bahwa hal yang terjadi pada Pulau Enggano menurutnya adalah bukti lemahnya jaminan pemerintah pada keterhubungan yang menjadi pelayanan dasar Indonesia di wilayah kepulauan.
“Padahal kita adalah negara maritim yang punya banyak sekali pulau,” tuturnya.
Maka dari itu, minimnya jaminan dan akses konektivitas di wilayah kepulauan seperti Pulau Enggano berakhir dengan dampak yang sangat signifikan.
"Distribusi barang terputus, hasil pertanian tidak dapat dipasarkan, akses layanan kesehatan terhambat, dan aktivitas ekonomi lokal lumpuh. Situasi ini bukan sekadar gangguan logistik, tetapi mencerminkan kerentanan sistemik dalam pengelolaan transportasi wilayah kepulauan," paparnya.
Secara khusus, Irine menjelaskan bahwa dalam konteks Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, negara berkewajiban menjamin konektivitas antardaerah sebagai bagian dari pelayanan dasar.
Irine mengingatkan bahwa Indonesia pun sudah menekankan komitmen tersebut pada Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 atau Sustainable Development Goals (SDGs). Maka dari itu, ia menilai bahwa seharusnya komitmen tersebut menjadi landasan kuat untuk memastikan tidak ada warga yang tertinggal (no one left behind).
"Kita sering bicara lantang soal SDGs di forum internasional. Tapi mirisnya, masih ada wilayah kita sendiri yang terputus total dari layanan dasar. Ini miris sekali,” ungkap Irine.
Oleh karenanya, anggota komisi yang membidangi urusan infrastuktur dan transportasi tersebut mendorong Pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret dalam mengatasi keterisolasian warga Pulau Enggano. Sebagai solusi jangka pendek, Irine meminta Pemerintah melakukan pengiriman kapal logistik dan penumpang secara berkala.
“Kementerian Perhubungan agar memastikan layanan perkapalan bisa tetap reach Pulau Enggano. Sesuaikan dengan kondisi yang ada di sana,” sebutnya.
Selain itu, Irene mendorong fleksibilitas penggunaan Dana Desa dan BUMDes agar dapat digunakan untuk menyewa kapal alternatif selama masa darurat.
"Penguatan sistem perencanaan dan mitigasi infrastruktur transportasi khususnya untuk daerah rawan keterisolasian seperti pulau-pulau kecil juga harus jadi catatan bagi Pemerintah. Ini menjadi solusi jangka menengah dan jangka panjang,” tambah Irine.
Lebih lanjut, Irine memastikan Komisi V DPR akan meminta klarifikasi dari Kementerian Perhubungan dan kementerian teknis terkait lainnya. Komisi V DPR juga mendorong percepatan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola konektivitas wilayah kepulauan.
"Pulau Enggano adalah cermin dari bagaimana negara memandang wajah terdepan Indonesia. Komitmen terhadap pemerataan pembangunan tidak boleh berhenti di atas kertas,” ujar Wakil Ketua BKSAP DPR itu.
“Tindakan cepat, terkoordinasi, dan berkelanjutan adalah satu-satunya jalan agar kejadian ini tidak berulang," tutup Irine.
Diketahui, Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu mengalami pendangkalan sejak delapan bulan terakhir yang mengakibatkan kapal layanan laut tak mampu bersandar ke dermaga. Bahkan penumpang terpaksa diturunkan di tengah laut.
Akibat pendangkalan itu, 4.000 warga Pulau Enggano menjadi terisolir sejak beberapa bulan terakhir. Masyarakat Enggano terpaksa menghadapi realitas sulit, bahan makanan menipis, hasil bumi tak bisa dijual, serta akses kesehatan nyaris terputus.
Kondisi ini juga berdampak terhadap ekonomi masyarakat setempat. Hasil panen busuk tak terjual. Ratusan petani bahkan memilih tidak memanen hasil kebun mereka karena tidak adanya jalur distribusi dan harga jual yang jatuh. (hal/rdn)